Laman

Being viewed


::.Erald's BLOG - Software,Trick,Tips n Information of IT .::

Jumat, 08 Juni 2012

Teknologi Yang Terkadang Membingungkan Kita


Kemarin saya bicara dengan teman-teman tentang teknologi ebanking yang menghebohkan. Saya termasuk yang terkejut dengan perkembangan teknologi yang cukup canggih itu, sehingga memungkinkan transfer uang antar rekenig. Tapi malamnya saya tidak berhasil mendapat referensi tentang teknologi itu. Malamnya saya malah membaca buku berjudul “Instructional Technology: Foundations”. Buku itu sangat menarik, walaupun isinya tidak langsung menjelaskan tentang keheranan saya pada teknologi perbankan itu.

Banyak hal yang membuat buku itu menarik. Pertama, buku itu menarik karena saya ingat waktu mendapatkan buku itu, saya sedang berjalan-jalan dengan seorang teman dari Vietnam ! Ah.....lagi-lagi orang Vietnam..... Kemudian, buku itu menarik karena itu merupakan kumpulan karangan pakar teknologi pendidikan dari Amerika Serikat. Editornya saja adalah Robert A Gagne, guru besar teknologi pendidikan dari Florida State University. Selain Professor Gagne, salah satu penulis di buku itu adalah Robert Reiser, masih dari universitas yang sama. Dia membagi dua pengertian teknologi pendidikan. Pengertian pertama adalah bahwa teknologi pendidikan adalah suatu revolusi dalam komunikasi yang dapat digunakan dalam pendidikan. Pengertian kedua menurut Reiser, adalah bahwa teknologi pendidikan merupakan cara sistematis untuk melaksanakan keseluruhan proses belajar mengajar. Kelihatannya cerita kok jadi rumit ya ? Padahal saya juga belum selesai membaca buku tebal itu. Tapi yang menarik, adalah bahwa dunia pendidikan di jaman sekarang ini tidak lepas dari pemanfaatan teknologi. Dengan demikian, penguasaan teknologi sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan pendidikan.

Apalagi di dunia PTJJ seperti yang kita jalani, media komunikasi berperan penting dalam proses belajar mengajar. Media komunikasi ini berkaitan erat dengan teknologi. Wajar kan, kalau warga UT sangat akrab dengan teknologi ? Selain dalam bidang pendidikan, teknologi merupakan satu aspek yang tidak terpisahkan dari kehidupan masa kini. Memang tidak salah, karena jaman sekarang ini sering diistilahkan dengan jaman teknologi. Padahal, kehidupan masa silam juga banyak diisi dengan teknologi, misalnya kemampuan orang jaman silam untuk membangun bangunan megah. Tapi tak bisa disangkal, kemajuan teknologi jaman sekarang ini jauh lebih pesat dibanding waktu dulu.

Selain perkembangannya sangat pesat, teknologi jaman sekarang, atau sering juga digolongkan sebagai teknologi canggih, sudah sangat memasyarakat. Teknologi jaman silam lebih terbatas kepemilikannya, atau penerapannya pada kelompok elit. Kelompok elit ini bisa dicontohkan sebagai kelompok penguasa/militer, kelompok hartawan, atau kelompok cendekia. Di luar kelompok itu, biasanya tidak begitu banyak terkait dengan aplikasi dari teknologi. Sebagai contoh, teknologi jaman dulu lebih banyak untuk membangun istana kerajaan, bendungan, atau jembatan misalnya. Dengan demikian kita sekarang masih bisa menyaksikan peninggalan bangunan megah seperti Candi Borobudur di Indonesia, piramid di Mesir, atau atau Tembok Besar di Tiongkok. Sedangkan rakyat jelata di jaman dulu, biasa hidup dalam gaya hidup sederhana. terutama dalam hal peralatan sehari-hari. Ironis memang, para penguasa hidup dalam teknologi, sedangkan rakyat jelata hidup dalam kesederhanaan berteknologi.

Sebaliknya dari teknologi jaman silam, teknologi jaman sekarang sering ditandai dengan aplikasi, pengoperasian dan kepemilikan yang meluas hingga ke kalangan awam. Teknologi tidak hanya diakses dan digunakan oleh kalangan elit saja. Sebagai contoh, bisa kita saksikan iklan yang paling populer di kalangan para pemirsa TV. Saya tidak menyebut stasiun TVnya, tapi ada dua iklan yang tanpa sadar sering dihapal oleh banyak orang, termasuk anak-anak. Iklan pertama adalah iklan pembangunan prasarana air bersih di Pulau Timor, yang ditampilkan oleh satu perusahaan air minum kemasan. Iklan itu menampilkan tayangan yang dinarasikan oleh seorang anak dengan logat khas. Anak itu berucap “Sekarang sumber air su dekat...!”. Sedangkan iklan kedua adalah iklan produk layanan telepon genggam. Di iklan itu ada seorang pembicara wanita dengan logat Malaysia bertanya “Sape nii...?”. Pertanyaan dari suara wanita itu dijawab oleh pembicara berlogat Jawa yang berkata “...walah-walaaaaah....., Agus...Agus !..”. Iklan pertama menggambarkan bahwa teknologi jaman sekarang, yaitu teknologi pengaliran air melalui pipa, telah menjangkau desa terpencil. Tokoh anak itu sekarang digambarkan bisa membantu ibunya mengambil air. Ibunya pun jadi mudah memandikan anaknya yang masih bayi. Si ibu juga jadi mudah memasak. Selain kemudahan yang didapat dari teknologi, digambarkan pula bahwa masyarakat desa tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tapi juga ikut bertanggung jawab dalam pemeliharaannya. Misalnya digambarkan bahwa ayah si anak itu bersama warga desa lain, dikoordinasi oleh kepala desa. Kata si anak “...bapak urus deng bapak desa...”, kalau tidak salah bunyinya begitu. Boleh dikata, bahwa dengan ikut memelihara peralatan pipa air, masyarakat tidak hanya menggunakan, tapi juga ikut memiliki teknologi. Itu salah satu beda antara teknologi di jaman silam, dengan teknologi jaman sekarang, yang meluas hingga ke masyarakat awam.

Iklan kedua, tentang produk telepon genggam, juga menggambarkan bahwa teknologi, khususnya teknologi mutakhir, menjadi milik masyarakat luas. Bahkan satu aspek lagi adalah, bahwa teknologi itu bermanfaat untuk memperluas komunikasi. Dalam iklan itu digambarkan bahwa teknologi memungkinkan komunikasi antara orang Malaysia dan orang Indonesia, khususnya orang Jawa, karena pembicaranya berlogat Jawa (walaupun penduduk Indonesia tidak hanya orang Jawa saja, tentunya). Selain bermanfaat meluaskan komunikasi, iklan produk telepon genggam itu juga menggambarkan, bahwa teknologi dapat menimbulkan kebingungan. Dalam kasus iklan ini, kebingungan terjadi karena masing-masing tidak menyadari dengan siapa mereka berkomunikasi. Saya merasa bahwa pembicara dari Indonesia (kelihatannya dia dulu yang menelepon) tidak sadar bahwa dia perlu memperkenalkan diri secara jelas. Pembicara Indonesia itu dengan gampangnya menganggap bahwa lawan bicaranya sudah harus tahu terlebih dahulu, yang tentu saja tidak mungkin. Dengan demikian, terjadi kebingungan karena kedua belah pihak berbicara tanpa sadar bahwa lawan bicaranya belum sadar sepenuhnya dengan siapa mereka bicara.

Jadi, menggunakan peralatan komunikasi berteknologi canggih, dapat juga menimbulkan kebingungan. Kebingungan ini terutama terjadi karena tidak adanya pemahaman akan situasi, tempat, keperluan, dan tujuan masing-masing pihak. Saya rasa, ada kemungkinan bahwa kesalah pahaman dalam berkomunikasi telepon antar negara itu, disebabkan karena kurangnya pemahaman akan teknologi. Mungkin pendapat saya ini terlalu tergesa-gesa. Tapi saya mendasarkan pendapat saya pada pernyataan Reiser di buku itu, yang menyatakan bahwa teknologi, dalam hal ini teknologi pendidikan, adalah suatu cara sistematis dalam melaksanakan keseluruhan kegiatan belajar mengajar. Jadi teknologi itu tidak sekedar peralatan atau hardware, misalnya internet (dalam dunia pendidikan), pipa air (dalam iklan pertama), atau telepon genggam (dalam iklan kedua). Teknologi itu selayaknya juga dipandang sebagai cara untuk melakukan komunikasi (dengan media) yang sistematis. Yang sistematis itu bagaimana ....? Menurut Reiser, cara yang sistematis itu adalah yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Lebih lengkapnya baru bisa saya jelaskan, kalau saya sudah selesai membaca buku itu. Kembali kalau menurut cara pandang saya, ada cara berkomunikasi yang baik lewat telepon genggam. Ini baru berdasarkan bacaan sesaat atas definisi Reiser itu.

Cara berkomunikasi yang baik itu adalah dengan merencanakan dengan siapa kita akan berkomunikasi. Kalau kita menelepon orang asing, tentu kita harus paham bahasa atau logat bicara mereka. Kalau pun bahasanya hampir mirip, misalnya dengan orang Malaysia, kita juga harus mengerti bahwa logat atau dialek bahasa yang teramat asing akan sulit dipahami orang yang berbeda dialek. Selain merencanakan dengan baik, pembicaraan juga sebaiknya diawali dengan perkenalan, agar kedua pihak benar-benar paham dengan siapa sedang berbicara. Akhirnya perlu ada evaluasi, minimal kedua pihak selalu sadar untuk memperhatikan umpan balik dari lawan bicara, misalnya bila ada gejala bahwa lawan bicara mulai kebingungan. Jadi, tidak perlu ada yang berteriak “....walah-walaaah......”, sambil berteriak menyebut namanya sendiri.

Nah, kembali ke masalah teknologi, khususnya teknologi pendidikan, yang banyak diaplikasikan di dunia PTJJ, kita juga perlu memahami pendapat Reiser. Mungkin saja kita selama ini merasa bahwa teknologi yang kita gunakan ini sudah canggih. Penilaian ini didasarkan pada kecanggihan perangkat keras dan perangkat lunak yang kita gunakan. Kita boleh saja merasa teknologi kita sudah canggih kalau kita memiliki komputer, laptop atau telepon genggam keluaran terbaru. Terlebih lagi, kita akan merasa bangga kalau sistem operasi komputer kita adalah yang berbasis Windows Vista.

Semua itu tidak salah, tapi saya ingin menekankan bahwa kita perlu juga mengkaji, apakah kita juga sudah menggunakan cara yang sistematis untuk memanfaatkan teknologi itu untuk menunjang pekerjaan kita. Contoh yang ada di UT dalam penggunaan teknologi canggih adalah dalam ebanking. Teknologi ini dimaksudkan untuk memudahkan layanan perbankan dengan menggunakan fasilitas internet. Nampaknya teknologi ini tidak langsung terkait dengan pendidikan, namanya juga bukan teknologi pendidikan. Walaupun begitu, pendidikan itu tidak harus selalu dalam hal yang secara langsung terkait dengan proses belajar mengajar secara formal saja. Pendidikan itu luas, jadi pemanfaatan teknologi untuk pendidikan itu bisa juga dalam kehidupan sehari-hari, kalau kita memang punya niat untuk belajar. Ironisnya, belakangan ini malah timbul hal yang tidak diharapkan dengan penerapan ebanking ini. Ini baru saya ketahui waktu kemarin saya ngobrol dengan teman-teman. Padahal, bukankah teknologi itu berkaitan dengan penerapan cara kerja yang sistematis (seperti kata Reiser tadi?) Dan bukankah cara kerja yang sistematis itu juga ditandai dengan evaluasi, dari kekurangan yang terjadi selama ini ? Kita perlu paham, dari contoh tentang iklan pengadaan pipa air di Pulau Timor, bahwa penerapan teknologi yang berkelanjutan memerlukan keterlibatan dan kepemilikan teknologi oleh masyarakat. Sedangkan dewasa ini, masyarakat UT mulai sadar dan menggunakan teknologi ebanking. Hal ini berarti bahwa kita harus mulai menggunakan cara yang sistematis dalam menguasai teknologi. Jadi, saya mengajak kita semua untuk mulai memanfaatkan berbagai teknologi, dengan menguasai teknologi itu terlebih dahulu. Kalau pun terjadi kebingungan, itulah saatnya perlu ada evaluasi. Teknologi apa pun juga, bisa digunakan untuk belajar, tidak hanya yang spesifik disebut dalam textbook teknologi pendidikan. Tapi kita baru bisa menggunakan teknologi itu untuk belajar, kalau kita memang ingin belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar